Barong Ider Bumi, kata "ider bumi" dapat diartikan sebagai kegiatan mengelilingi bumi atau tempat berpijak. menurut sejarah,barong ider bumi lahir sekitar tahun 1840 ketika desa kemiren diserang wabah penyakit yang menyebabkan banyak warga yang meninggal. sejak saat itulah upacara adat barong ider bumi merupakan ritual bersih desa sebagai ucapan rasa syukur kepada tuhan yang maha esa serta untuk menolak bala penyakit. ritual ini dilaksanakan setiap tanggal 2 syahwal yaitu pada hari raya kedua idhul fitri. yaitu dengan melakukan arak arakan.
Ritual Adat Seblang Olehsari dipercayai masyarakat Olehsari sebagai acar bersih desa dan tolak bala' yang diadakan setelah Hari Raya Idul Fitri selama tujuh hari berturut - turut. Para penarinya dipilih secara supranatural oleh seseorang yang biasa disebut masyarakat sekitar dengan Gambuh atau juga dikenal sebagai pawang, dan biasanya penari harus dipilih dari keturunan penari seblang sebelumnya.
Ritual
Adat Seblang ini dimulai dengan upacara yang dibuka oleh sang Gambuh atau
pawang. Sang penari ditutup matanya oleh para ibu-ibu yang berada
dibelakangnya, sambil memegang tempeh (nampan bambu). Sang pawang mengasapi
sang penari dengan asap dupa (Menyan) sambil membaca mantra. Setelah sang
penari kesurupan (tak sadarkan diri atau kejiman dalam istilah lokal), dengan
tanda jatuhnya tampah tadi, maka pertunjukan pun dimulai. Penari seblang yang
sudah kejiman tadi menari dengan mata terpejam dan mengikuti arah sang pawang
serta irama gendhing yang dimainkan.
Tradisi
Mepe Kasur (menjemur kasur) sepanjang jalan Desa Kemiren merupakan rangkaian
kegiatan rutin tahunan bersih desa setempat setiap bulan Dzulhijah. Ritual ini
dilakukan sejak pagi hingga siang hari. Ribuan kasur berwarna seragam ini
dijemur berjejer di depan rumah warga. Terlihat sesekali warga membersihkan
debu di kasur dengan cara memukul-mukul kasur tersebut dengan penebah dari
rotan.
Setelah
matahari tepat diatas kepala atau sekitar pukul 12.00, semua kasur kembali
digulung dan dimasukkan. Konon jika tidak segera dimasukkan hingga matahari
terbenam, kebersihan kasur ini akan hilang dan khasiat untuk menghilangkan
penyakit pun tidak akan ada hasilnya.
Kasur-kasur
berwarna merah dan hitam ini memang mirip. Namun yang berbeda adalah ukuran
dari kasur tersebut. Jika semakin tebal, menunjukkan jika sang pemilik adalah
orang berada di desa tersebut. Setiap rumah atau keluarga dipastikan memiliki
kasur yang serupa. Ini dikarenakan, setiap keluarga yang menikah pasti
dibuatkan kasur oleh orangtuanya.
Setelah
memasukkan kasur ke dalam rumah masing-masing, warga Using pun melanjutkan
tradisi bersih desa ini dengan arak-arakan barong. Barong diarak dari Ujung
Desa menuju ke batas akhir desa. Setelah arak-arakan Barong, masyarakat Using
melanjutkan berziarah ke Makam Buyut Cili yang diyakini masyarakat sebagai
penjaga desa.
Puncaknya,
saat warga bersama-sama menggelar selamatan Tumpeng Sewu pada malam hari. Semua
warga mengeluarkan tumpeng khas warga Using, yaitu pecel pithik alias ayam
panggang dengan parutan kelapa. Kekhasan acara ini juga ditambah akan
dinyalakan obor di setiap depan pagar rumah warga.
Salah satu produk kebudayaan Kabupaten Banyuwangi adalah Tari Gandrung. Tari Gandrung menjadi ungkapan rasa syukur masyarakat Kabupaten Banyuwangi setiap habis panen.
Tari Gandrung dipentaskan dalam bentuk berpasangan antara penari perempuan dan laki-laki. Tari Gandrung biasanya diiringi dengan musik khas perpaduan budaya Jawa dan Bali. Festival Gandrung Sewu melibatkan lebih dari seribu penari Gandrung dari jenjang SD, SMP, dan SMA yang memiliki tinggi badan minimal 140 cm.
Kebo-Keboan
Alasmalang adalah ritual adat yang dilakukan oleh masyarakat petani. Ritual ini
telah ada sejak abad ke-18. Kebo-Keboan dibawakan oleh pemuda yang merias
dirinya seperti hewan kerbau. Mereka melumuri diri dengan cairan berwarna hitam
serta menggunakan tanduk dan rambut palsu.
Setiap
tahunnya, acara ini diadakan di awal Bulan Suro. Ritual Kebo-Keboan Alasmalang
diwali dengan makan tumpeng bersama sebagai bentuk silaturahmi dan ramah tamah.
Para jajaran Pemkab serta tokoh masyarakat duduk bersama di jalan untuk
menyantap tumpeng yang telah disiapkan.
Setelah
sesi makan tumpeng usai, panitia mulai menyiapkan jalan yang akan menjadi rute
arak-arakan Kebo-keboan. Rombongan Kebo-keboan hadir dengan membawa keseruan. Kebo-keboan
sesekali mengoleskan riasan hitam mereka ke penonton, para penonton pun turut
meneriaki Kebo.
Arak-arakan
dimeriahkan oleh barisan ibu-ibu yang tampil sebagai petani. Mereka mengenakan
pakaian adat khas Suku Osing sembari memakai topi tani dan menggendong wakul
yang berisi hasil panen.Tak ketinggalan, kesenian barong dan reog setempat pun
juga ikut dalam arak-arakan. Barisan terakhir diisi oleh para penari kuntulan
yang diikuti oleh penabuh rebana. Arak-arakan dimulai dari arah barat, ke
utara, lalu ke timur, ke selatan dan kembali lagi ke utara.
Ritual
Kebo-Keboan merupakan sebuah manifestasi rasa syukur masyarakat Desa Alasmalang
yang sebagian besar berprofesi sebagai petani. Kehadiran sosok Kebo dalam
ritual tersebut, merepresentasikan tenaga alam yang digunakan oleh petani. Di
tahun yang akan datang, Kebo-keboan diharapkan terus membantu petani dalam
mengolah sawah sehingga mendapat hasil panen yang melimpah.
Sebagai desa adat dan desa wisata, Kemiren menawarkan sensasi mencicipi budaya Suku Osing bagi para pengunjung. Di sana tersedia homest...