Friday, November 17, 2023

Suku Osing Banyuwangi

 

Sebagai desa adat dan desa wisata, Kemiren menawarkan sensasi mencicipi budaya Suku Osing bagi para pengunjung. Di sana tersedia homestay yang mengadopsi arsitektur khas Suku Osing. Rumah adat Suku Osing memiliki tipe yang sederhana, sebagian besar konstruksi menggunakan bahan kayu sementara dindingnya terbuat dari anyaman bambu. Di dalam rumah adat, masih dilestarikan tradisi menyimpan kain batik di dalam toples kaca yang menambah estitka interior rumah. Selain menyimpan kain did alam toples, masyarakat Suku Osing juga memiliki tradisi memajang satu lusin atau lebih cangkir yang kemudian berkembang menjadi festival tahunan “Ngopi Sepuluh Ewu”. Selain menginap di rumah adat, pengunjung juga dapat mengikuti aktivitas warga seperti menyangrai kopi yang merupakan produk unggulan dari Desa Kemiren, menyaksikan kelompok seni musik  Gedogan, serta menikmati kuliner lokal di pasar yang digelar di hari Minggu pagi.

Barong Ider Bumi

 

     Barong Ider Bumi, kata "ider bumi" dapat diartikan sebagai kegiatan mengelilingi bumi atau tempat berpijak. menurut sejarah,barong ider bumi lahir sekitar tahun 1840 ketika desa kemiren diserang wabah penyakit yang menyebabkan banyak warga yang meninggal. sejak saat itulah upacara adat barong ider bumi merupakan ritual bersih desa sebagai ucapan rasa syukur kepada tuhan yang maha esa serta untuk menolak bala penyakit. ritual ini dilaksanakan setiap tanggal 2 syahwal yaitu pada hari raya kedua idhul fitri. yaitu dengan melakukan arak arakan.

Seblang

 

Ritual Adat Seblang Olehsari dipercayai masyarakat Olehsari sebagai acar bersih desa dan tolak bala' yang diadakan setelah Hari Raya Idul Fitri selama tujuh hari berturut - turut. Para penarinya dipilih secara supranatural oleh seseorang yang biasa disebut masyarakat sekitar dengan Gambuh atau juga dikenal sebagai pawang, dan biasanya penari harus dipilih dari keturunan penari seblang sebelumnya. 

Ritual Adat Seblang ini dimulai dengan upacara yang dibuka oleh sang Gambuh atau pawang. Sang penari ditutup matanya oleh para ibu-ibu yang berada dibelakangnya, sambil memegang tempeh (nampan bambu). Sang pawang mengasapi sang penari dengan asap dupa (Menyan) sambil membaca mantra. Setelah sang penari kesurupan (tak sadarkan diri atau kejiman dalam istilah lokal), dengan tanda jatuhnya tampah tadi, maka pertunjukan pun dimulai. Penari seblang yang sudah kejiman tadi menari dengan mata terpejam dan mengikuti arah sang pawang serta irama gendhing yang dimainkan.

Ngosek Ponjen

 

  Tradisi Ngosek Ponjen merupakan salah satu rangkaian upacara adat dalam pernikahan masyarakat Kampung Mandar Kabupaten Banyuwangi yang berarti memberikan uang dari keluarga kepada mempelai berdua. Upacara ini hanya dilaksanakan sekali seumur hidup, pada saat pernikahan pertama saja, dan khusus untuk anak laki-laki atau perempuan terakhir dalam urutan keluarga.
Ngosek ponjen itu adalah Adat yang dilakukan pada saat Menikahkan anak terakhir/Atau bungsu. ngosek ponjen itu dilakukan sebagai wujud rasa kasih sayang kepada anak bungsu     

Thursday, November 16, 2023

Mepe Kasur (Menjemur Kasur)

 


Tradisi Mepe Kasur (menjemur kasur) sepanjang jalan Desa Kemiren merupakan rangkaian kegiatan rutin tahunan bersih desa setempat setiap bulan Dzulhijah. Ritual ini dilakukan sejak pagi hingga siang hari. Ribuan kasur berwarna seragam ini dijemur berjejer di depan rumah warga. Terlihat sesekali warga membersihkan debu di kasur dengan cara memukul-mukul kasur tersebut dengan penebah dari rotan.

Setelah matahari tepat diatas kepala atau sekitar pukul 12.00, semua kasur kembali digulung dan dimasukkan. Konon jika tidak segera dimasukkan hingga matahari terbenam, kebersihan kasur ini akan hilang dan khasiat untuk menghilangkan penyakit pun tidak akan ada hasilnya.

Kasur-kasur berwarna merah dan hitam ini memang mirip. Namun yang berbeda adalah ukuran dari kasur tersebut. Jika semakin tebal, menunjukkan jika sang pemilik adalah orang berada di desa tersebut. Setiap rumah atau keluarga dipastikan memiliki kasur yang serupa. Ini dikarenakan, setiap keluarga yang menikah pasti dibuatkan kasur oleh orangtuanya.

Setelah memasukkan kasur ke dalam rumah masing-masing, warga Using pun melanjutkan tradisi bersih desa ini dengan arak-arakan barong. Barong diarak dari Ujung Desa menuju ke batas akhir desa. Setelah arak-arakan Barong, masyarakat Using melanjutkan berziarah ke Makam Buyut Cili yang diyakini masyarakat sebagai penjaga desa.

Puncaknya, saat warga bersama-sama menggelar selamatan Tumpeng Sewu pada malam hari. Semua warga mengeluarkan tumpeng khas warga Using, yaitu pecel pithik alias ayam panggang dengan parutan kelapa. Kekhasan acara ini juga ditambah akan dinyalakan obor di setiap depan pagar rumah warga.


Gandrung Sewu

 

Salah satu produk kebudayaan Kabupaten Banyuwangi adalah Tari Gandrung. Tari Gandrung menjadi ungkapan rasa syukur masyarakat Kabupaten Banyuwangi setiap habis panen.

Tari Gandrung dipentaskan dalam bentuk berpasangan antara penari perempuan dan laki-laki. Tari Gandrung biasanya diiringi dengan musik khas perpaduan budaya Jawa dan Bali. Festival Gandrung Sewu melibatkan lebih dari seribu penari Gandrung dari jenjang SD, SMP, dan SMA yang memiliki tinggi badan minimal 140 cm.



Kebo-Keboan Alasmalang

 



Kebo-Keboan Alasmalang adalah ritual adat yang dilakukan oleh masyarakat petani. Ritual ini telah ada sejak abad ke-18. Kebo-Keboan dibawakan oleh pemuda yang merias dirinya seperti hewan kerbau. Mereka melumuri diri dengan cairan berwarna hitam serta menggunakan tanduk dan rambut palsu. 

Setiap tahunnya, acara ini diadakan di awal Bulan Suro. Ritual Kebo-Keboan Alasmalang diwali dengan makan tumpeng bersama sebagai bentuk silaturahmi dan ramah tamah. Para jajaran Pemkab serta tokoh masyarakat duduk bersama di jalan untuk menyantap tumpeng yang telah disiapkan.

Setelah sesi makan tumpeng usai, panitia mulai menyiapkan jalan yang akan menjadi rute arak-arakan Kebo-keboan. Rombongan Kebo-keboan hadir dengan membawa keseruan. Kebo-keboan sesekali mengoleskan riasan hitam mereka ke penonton, para penonton pun turut meneriaki Kebo. 

Arak-arakan dimeriahkan oleh barisan ibu-ibu yang tampil sebagai petani. Mereka mengenakan pakaian adat khas Suku Osing sembari memakai topi tani dan menggendong wakul yang berisi hasil panen.Tak ketinggalan, kesenian barong dan reog setempat pun juga ikut dalam arak-arakan. Barisan terakhir diisi oleh para penari kuntulan yang diikuti oleh penabuh rebana. Arak-arakan dimulai dari arah barat, ke utara, lalu ke timur, ke selatan dan kembali lagi ke utara.

Ritual Kebo-Keboan merupakan sebuah manifestasi rasa syukur masyarakat Desa Alasmalang yang sebagian besar berprofesi sebagai petani. Kehadiran sosok Kebo dalam ritual tersebut, merepresentasikan tenaga alam yang digunakan oleh petani. Di tahun yang akan datang, Kebo-keboan diharapkan terus membantu petani dalam mengolah sawah sehingga mendapat hasil panen yang melimpah.